"Subhanallah !!!" Arfa terlonjak dari tempat tidurnya. Ilmi teman sekamarnya kaget dibuatnya. "Ilmi! Ilmi! IL...,sini cepat!" kini Arfa malah berteriak-teriak kaya kebakaran jenggot. Ilmi kalang kabut, segera berlari dari meja belajarnya menuju Arfa. Mereka itu teman satu kost sejak setahun silam, sesama mahasiswa UGM dan sama-sama di jurusan Psikologi pula.
"A...ada apa, Ar?" tanyanya gagap. "Sini! Lihat deh ini!" Arfa memberikan sesuatu yang sedari tadi ia pandangi, Ilmi meliriknya. "Sumpah, IL! Gua cakep banget," lanjutnya kembali mengambil benda yang ia berikan ke Ilmi yang tak lain dan tak bukan adalah selembar fotonya yang terbaru. Ilmi mendesah, cuma itu saja? Tidak penting! Rasanya sia-sia tadi ia berlari-lari.
Ilmi kembali ke tempatnya, sementara Arfa masih asyik memandang fotonya dengan mata berbinar-binar. "Arfa cantik, sungguh aku sayang kamu ..." Ilmi menggeleng-geleng melihat kenarsisan sahabatnya ini.
Pagi ini mereka kedatangan anggota baru di kost-kost-an nya. Namanya Dewi, teman Ilmi dan Arfa di rohis. Ilmi senang ... banget, abisnya Dewi itu anaknya baik, rajin ibadah, bersahaja deh pokoknya. Setidaknya aku nggak borring terus mendengar kenarsisan Arfa setiap hari, kata-kata itu muncul di benak Ilmi dari lubuk hatinya yang paling dalam. Namun ia segera beristighfar, nggak baik ngatain orang begitu.
Pertemuan pertama di kost-kost-an, mereka isi dengan diskusi-diskusi hangat, ia sih! Dewi emang paling hebat kalo masalah discuss. "Mbak, kalau menurut mbak sendiri, kenapa sih di jaman yang udah modern kaya gini masih saja banyak wanita-wanita yang belum mau mengenakan jilbab, malah ada wanita yang memakai pakaian yang nggak layak pakai. Padahal menutup aurat itu kan hukumnya wajib ya mbak?" tanya Ilmi pada Dewi yang memang satu angkatan di atasnya.
"Itulah yang sangat disedihkan. Jilbab malah sering dianggap kuno dan sebagainya bahkan oleh para muslimah kita sendiri. Mereka menganggap mengekang mereka beraktivitas dan prospek masa depan, atau apalah berbagai macam alasan yang diada-adakan, padahal Allah mengatakan dalam surat Al-A'raaf ayat 26: wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat." Jawaban pas yang mengena di hati Ilmi. Sejenak ia berpikir, Masya Allah ... begitu sombong dan angkuhnya kami kepadaMu ya Rabb. Sudah diberikan ini-itu sama Allah, disuruh pakai jilbab aja nggak mau. Bandel ya!
Perbincangan kami terus berlanjut, sampai akhirnya Dewi bercerita tentang asal-usul namanya.
"Ia, jadi nama mbak itu Raden Ayu Tungga Dewi Arya Diningrat, kaya nama-nama orang keraton ya IL," ujarnya, Ilmi mengangguk. "Ibu mbak itu emang pinteeer... banget ngasih nama, meskipun mbak nggak punya silsilah darah biru. Mungkin beliau ngasih nama begitu, waktu lahir ngeliat wajah mbak, kok tampang bangsawan ya? Trus, orang-orang banyak juga yang ngira mbak itu beneran Raden Ayyu. Ntahlah, padahalkan mbak orang Makassar bukan orang Jawa, tapi memang dasarnya ayu mau suku apa aja, ya tetap aja ayu. Betul nggak, IL?"
Hah ? Ilmi membelalakan matanya selebar buah jengkol. Gimana nggak kaget, ternyata seorang Dewi juga narsis mania. Akhirnya Ilmi sadar, tidak ada manusia yang sempurna, sedikit banyaknya pasti memiliki celah. Ya Allah semoga Engkau menjaga hatiku, seperti Engkau menjaga hati Ibunda Khadijah. Semoga Engkau menjaga hatiku, seperti Engkau menjaga hati Ibunda Maryam dan Fatimah Az-Zahra.
Esoknya di kampus, Ninit teman Ilmi datang menghampiri. "Assalamu'alaikum, IL!" sapanya. "Wa'alaikumussalam!" jawab Ilmi pula. "IL, aku boleh ya pindah ke kost2an kamu. Rumah kost yang kamu tempati kan gede! Boleh ya!" Ninit merayu dengan rayuan angkatan 45-nya. Sebenarnya sih Ilmi males, udah cukup Arfa dan Dewi dengan segala kenarsisannya. Apalagi kalau ditambah dengan Ninit, diakan akhwat paling narsis. Iya sih, Ninit emang baru-baru ini aja kembali ke jalan yang lurus setelah menikmati hura-hiri dunianya. Dia juga udah mulai pake jilbab, meski masih dengan jilbab gaul yang ia ikat-ikatkan di lehernya. Udah mulai pake rok, meski terkadang ia belum bisa jaga sifatnya. Apalagi kalau lagi ngeliat cowo keren kaya .....
"AA' Baochunlai nampil loh di Indonesia Open tahun ini ngelawan Sony di semifinal, nonton yuk ke Gelora Bung Karno!" pintanya waktu itu. Bayangin aja! AA' Baochunlai? Dia pikir Baochunlai orang sunda apa?! Ilmi sih emoh , dia lebih seneng melihat pertandingan it dari layar kaca, kan lebih hemat. Mereka akhirnya nonton di rumah kost2an Ilmi aja. Eh, ternyata Baochunlai gagal masuk ke final, kabar gembira buat mereka karena Sony Dwikuncoro berhasil menang dan akan ngelawan Simon yang juga pemain Indonesia ke final nantinya, berarti juara udah di tangan dong, tapi enggak buat Ninit. "Ini gara-gara kamu nih, IL! Coba aku tadi dateng, trus AA' Baochunlai ngeliat aku, kan semngat dia mainnya!" ujar Ninit kecewa. Lah, yang ini namanya narsis atau malah over pede!?
Tapi setelah Ilmi pikir-pikir lagi, nggak ada salahnya juga Ninit ngekost di kost2annya. Kali aja Ninit yang baru belajar bisa dapet hidayah, trus mereka bisa jadi bestfriend deh. Lagiankan itu kost2an bukan punya Ilmi, mana berhak dia ngelarang. "Aku sih terserah kamu aja, ijinnya sama ibu kost dong, kok sama kau!" jawab Ilmi akhirnya. "Iya...iya..., jazakhumullah ukhti!" katanya kegirangan.
Malam ini narsis mania ngumpul, ada Arfa yang merasa dirinya putri cantik sejagad, ada Dewi yang begitu bangganya dengan namanya, dan ada Ninit yang merasa paling dicintai Baochunlai, pebuluh tangkis China itu!
"Eh, nonton final Indonesia open yuk!" ajak Dewi. "Males ah mbak, ngga asyik!" tolak Ninit (mentang-mentang Baochunlai nggak ada lagi). "Nggak boleh gitu loh Nit, harus cinta sama tanah air sendiri!" saran Dewi pula. "Iya deh," mereka akhirnya nonton bareng.
Nggak disangka ditengah-tengah pertandingan, kameramen menyorot Baochunlai yang lagi nonton sambil menelepon. "Oh, my God, AA' Baochunlai cuaem banget!!! Nymm...," ujar Ninit seperti orang menyantap makanan lezat. "Ya ampun, dia pasti nelpon aku tuh! Aduh AA' padahalkan hp aku baru aja ilang kemaren, sorry ya A'!" "Cappe deg!!!" Ilmi, Arfa, dan Dewi serempak berucap.
Di pertiga malam, mereka tahajjud bersama. Ukhuwah Islam yang begitu damai. Ilmi mengakhiri shalatnya dengan salam, lalu berdoa pada sang Khalik.
"Lama bange IL doanya, doa apa aja sih?" tanya Ninit usai Ilmi berdoa. "Rahasia dong," jawab Ilmi pula. "Kamu sendiri doa apa tadi, kok kilat banget?"
"Tadi aku berdoa gini, ya Allah jika memang AA' Baochunlai jodohku maka dekatkanlah, jika AA' Baochunlai bukan jodoh Ninit maka jodohkanlah. Jika AA' Baochunlai benar-benar bukan jodohku, maka jangan beri dia jodoh!" katanya cengengesan.
"Astaghfirullah, dapat doa sadis darimana Nit?" tanya lmi kaget. "Dari buku ini!" Ninit menunjukkan buku Kutemukan Engkau di Setiap Tahajjudku. "Caela Nit, itukan omongannya gadis sama kakaknya. Dia itu bercanda kali!" celetuk Ilmi. "Biarin, yang penting aku serius. Kali aja AA' Baochunlai dapat hidayah, trus jadi ikhwan deh!!!" Ninit mulai berangan-angan.
Baochunlai jadi ikhwan ....???? Daripada makin ngawur , Ilmi memutuskan untuk meninggalkan Ninit.
Esok paginya anak-anak Rohis lagi ngumpul, awalnya mereka akan melakukan banyak kegiatan hari ini. Seperti outbond, taffakur alam, dan lainnya. Namun rencana itu tiba-tiba saja batal, karena donatur baru saja mengalami musibah dan gagal memberikan dananya. Karena sudah berkumpul akhirnya mereka mengisi hari itu dengan sedikit tausiah. Tampaknya para rohis masih sedikit kecewa.
Tiba-tiba saja Ilmi mendapat ide briliyan, usai ceramah ia mengambil alih mikrofon.
"Assalamu'alaikum ya akhi ... ya ukhti ..., saya hanya sedikit memberi masukan. Dari pada kita tidak mendapatkanhiburan, bagaimana kalau kita selingi waktu kita dengan quiz. Tetap syar'i, karena quiz kita tetap bernafaskan Islam. Bagaimana teman-teman, setuju?" ucap Ilmi, semuanya mengangguk setuju.
Akhirnya hari ini menjadi hari yang ceria, penuh tawa, canda, dan tentunya ilmu-ilmu baru. Bagda Ashar merekapun pulang.
"Alhamdulillah ya, meski tidak seperti yang direncanakan, tapi hari ini penuh makna. Gua senang banget deh!" cetus Arfa bernafas legah.
"Iya-iya, untung ya ada aku yang memberikan saran paling oke, kalau nggak! Garing .... garing deh," tambah Ilmi pula.
"Ilmi! Kok ngomongnya gtu, narsis banget sih. Mencintai sesuatu yang berlebihan itu nggak baik, apalagi sama diri sendiri!" kata Dewi menasehati Ilmi. Sepertinya ia sendiri tak sadar akan kenarsisannya. Ilmi berkali-kali beristighfar di hatinya. Astaghfirullah ... Astaghfirullaha'adhim hamba khilaf ya Allah! Tampaknya Ilmi amat sangat menyesal. Namun kini ia baru saja mengetahui satu hai. ya, seperti yang dikatakan bang Napi, 'Kenarsisan terjadi bukan karena niat pelakunya, tetapi karena ada kesempatan! Waspadalah .... Waspadalah .... !!!
(Waspada ya, setan ada dimana-mana, hi ... ^0^)
Di tulis di Kisaran o4 September 2008 11:30 am
selesai, Kisaran 04 September 2008 07:10 pm
Kamis, 04 Ramadhan 1429 H
Oleh : nikKyrei